Pagi itu, kembali sebuah suara membangunkanku, sayup terdengar
tapi berulang-ulang, memanggil-manggil dan disertai ketukan berkali-kali. Aku
melempar selimutku dengan kesal, bangun dan menuju pintu dengan malas. Aku mengintip keluar dari
lubang pintu, dan aku menghela nafas saat sesosok gadis terlihat sedang
mengetuk-ketuk pintu unit kamar depanku.
“Hhh... Dia lagi,” Gerutuku sebal. Aku berjalan menuju kamar
mandi setelah tahu suara ketukan itu bukanlah tamu untukku. Sambil menyikat
gigiku terlintas dalam benakku, tidak habis pikir mengingat gadis yang tadi
kulihat di depan itu, dia adalah pacar penghuni kamar depanku. Hampir setiap
hari dia selalu rutin berkunjung setiap pagi ke rumah pacarnya itu hanya untuk
mengantar makanan. Aku kesal bukan karena iri melihat perhatiannya
mentang-mentang aku jomblo, hanya saja suara ketukan pintunya itu menggangguku.
Penghuni depan kamarku itu baru pindah sekitar sebulan lalu, dan sekarang aku selalu terbangun karena ketukan
pintu gadis itu, bahkan disaat jam alarm yang aku set pun belum berbunyi. Aku
merasa rugi saja sendiri karena waktu tidurku berkurang sekian menit gara-gara
menjadi bangun lebih awal.
Aku terkejut saat keluar kamar mandi ternyata ketukan pintu
itu masih.
“Busyet.., Tega bener itu cowoknya kagak bangun-bangun”
batinku sambil mengambil minuman dari kulkas dan kemudian menyalakan TV berniat
menonton berita. Dan baru saja aku duduk di sofa tiba-tiba sekarang giliran
pintu kamarku yang diketuk pelan.
“Permisi mas” Muncul wajah cantik begitu pintu aku buka.
“Maaf mengganggu nih mas, boleh nitip lagi tidak ya buat kamar
depan?” Gadis itu tersenyum kepadaku, sambil mengacungkan sebuah tentengan
makanan dan memasang wajah tidak enak hati. Harusnya itu menyebalkan karena ini
sudah kali sekian dia meminta tolong hal yang sama, tapi rasa sebalku selalu luntur
saat melihat senyumannya. Duh Ghuna... Pacar orang itu. Aku buru-buru
mengalihkan pandangan.
“Ok” Jawabku singkat sambil menerima uluran plastik makanan
itu dari tangannya.
“Maaf ya mas merepotkan lagi, soalnya aku sudah kesiangan mau
kerja”
“Iya nanti aku sampaikan”
“Terima kasih banyak mas, terima kasih”
Dan gadis itu pun berlalu, berlari menuju lift. Aku hanya
bisa menggelengkan kepala, heran jaman sekarang masih ada yang bucin, istilah
netizen untuk si budak cinta. Dibela-belain seperti itu hanya untuk menunjukan
perhatiannya untuk pasangannya. Aku melirik ke arah pintu kamar depanku yang
masih tetap tertutup rapat. “Kebo lo” Umpatku sebal.
Ada sekitar satu jam aku tinggal mandi dan bersiap-bersiap
untuk berangkat ke kafe tempatku bekerja. Dan saat sedang memakai sepatu, aku
baru teringat akan titipan makanan itu. Aku mengambilnya bersiap mengantarkan
ke kamar depan. Aku ketuk lumayan keras dengan harapan orangnya bisa langsung
terbangun, karena aku benci mengetuk pintu berulang. Dua tiga kali ketukan,
pintu kamar itu tetap tidak kunjung dibuka. Aku tambah sambil memanggil-manggil
tapi nihil. Akhirnya aku gantungkan di pintu kamar itu dan aku tempel memo
kecil di post it “Dari pacarmu”, ya... aku lupa menanyakan nama gadis itu
padahal sudah dua kali bertemu. Setelah itu aku pun pergi untuk berangkat bekerja.
***
Hari itu, Minggu pagi jam 05:00 aku
sudah bersiap mau jogging seperti biasa, aku terkejut saat membuka pintu dan
tepat sekali pintu kamar depanku juga dibuka, tampak gadis penitip makanan itu
keluar dengan membawa plastik sampah besar.
“Halo mas...” Dia menyapaku ceria.
“Loh... Sepagi ini sudah disini?
Nginep atau...?” Aku tidak dapat menyembunyikan keherananku.
“Oh.. tidak kok mas, tadi datang jam
setengah 5. Sengaja bangunin Bang Ario. Nanti ada acara keluarga pagi ini, bisa
telat dia kalau aku tidak kesini” Jawabnya. Oh... Ario nama si kebo itu,
batinku. Kami lalu berjalan ke lift bersama, di dalam lift aku melirik
tentengan yang dia bawa.
“Plastik sampah? Sekalian beberes?”
Tanyaku
“Iya mas, iseng saja, daripada nunggu
bang Ario mandi lama” Ucapnya sambil tersenyum. Damn... Entah kenapa senyum
gadis itu kok bisa begitu adem dilihatnya. Tanpa sadar aku tersenyum sambil
mengulurkan tanganku.
“Namaku Ghuna, panggil saja Ghun”
“Oh iya namaku Aida, mas. Maaf ya lupa
memperkenalkan diri padahal sudah berapa kali minta tolong” Sipu-nya malu.
“Tidak apa. Kamu asalnya bukan dari
Jakarta ya?”
“Iya mas, aku besar di Jogja, baru pindah kesini belum lama”
“Oh... Pantes, luwes manggil mas-nya” kataku sambil tersenyum
“Ngomong-ngomong sudah lama pacarannya?” Aku tidak dapat
menyembunyikan penasaranku.
“Sudah mau 2 tahun mas”
“Kapan rencana menikah? Pacaran jangan
lama-lama” Ujarku
“Hehe... Aku penginnya cepet mas, tapi
bang Ario sepertinya masih nanti-nanti terus. Lagi fokus ke karirnya dulu
katanya”
“Sudah lama kenal sama Ario?”
Selidikku.
“Sebenarnya karena perjodohan,
hubungan keluarga kami dekat. Dulu kami berdua teman semasa kecil tapi kemudian
tinggal di kota yang berbeda. Jadi baru deket bang Ario ya sejak aku pindah ke Jakarta 1 tahun laluan” Aku
menengok ke arahnya, pantas dia tampak begitu polos.
***
Malam itu tiba-tiba hujan turun dengan derasnya, aku memacu
laju motorku dengan cepat karena malas berhenti untuk memakai mantel mengingat
jarak apartemenku sudah dekat. Saat memasuki area parkir, alangkah terkejutnya
aku melihat ada sosok gadis yang sedang berteduh di teras pos security sambil
memegang kantong plastik yang sepertinya tidak asing di mataku. Selesai
memarkirkan motorku, aku berlari-lari menghampiri gadis itu. Benar saja, dia
adalah Aida si “pacar orang” itu. Dan entah kenapa aku senang bisa melihatnya
kembali.
“Hei... Sedang apa kamu hujan-hujan disini?”Sapaku setengah
berseru karena suara deras hujan begitu berisik. Aida tersenyum melihatku,
tangannya seperti kedinginan. Aku segera mengulurkan jaketku.
“Kamu menunggu pacarmu? Pakai dulu ini nanti masuk angin”
Ujarku. Dia menerima jaket milikku itu tanpa basa basi.
“Makasih ya mas, aku pinjem bentar ya” Dia segera memakainya.
Kantong plastik yang sedari tadi dia pegang dia taruh di lantai.
“Nganter makanan lagi buat Ario?”
“Iya, sudah aku ketuk berapa kali tapi tidak ada jawaban. Kata
Mamanya yang habis nelpon, dia ada dirumah lagi sakit, makanya aku disuruh
antar makanan lagi” Terangnya.
“Kenapa tidak menunggu di Lobby saja kalau tahu hujan begini”
“Tadi nunggu di Lobby lumayan lama, jadi mutusin pulang deh eh
pas banget hujan turun”
“Kamu sudah telepon dia?” Dia menggeleng sambil menoleh
kearahku.
“Tidak diangkat-angkat mas beberapa hari ini” Masih dengan
senyum tersungging di bibirnya.
“Kok bisa sih? Kata kamu dia lagi sakit? Harusnya ada di rumah
kan?”
“Sejak pindah kesini, bang Ario agak sulit dihubungin” Aida
mengangkat bahu.
“Mau nitip lagi makanannya?” Aku menawarkan diri. “Nanti aku
sampaikan ke Ario, mending kamu pulang saja soalnya udah malam sekarang”
“Iya ya, Ndak pantes ya mas cewek nyamperin cowoknya semalam
ini? Hehe...” Duh... Lagi –lagi cewek itu masih bisa tertawa kecil.
“Iya aku pulang dah mas, ini jaketnya terima kasih loh ya”
Ujarnya sambil mau melepas jaketku.
Aku tahan dia “Sudah pakai saja, kamu bisa kembalikan sesempet
kamu, hujan masih lumayan soalnya daripada sakit nanti, toh besok kamu juga
pasti kesini lagi kan?”
“Jadi malu karena sudah diketarain”
“Harus banget ya kamu tiap hari nganterin makanan buat dia?”
“Tidak tiap hari juga sih mas, Cuma mama bang Ario tahu kalau
bang Ario suka tidak teratur makannya, punya maag akut juga dia jadi semenjak
tahu aku sudah pindah ke Jakarta dan deket ke tempat bang Ario ya akhirnya
dimintain tolong terus buat bantu perhatiin” Jelasnya.
“Oooh....” Aku hanya bisa menggumam panjang. Aku masih tidak
mengerti bagaimana seseorang mau berkorban sedemikian rupa untuk kekasihnya. Ah...
jadi pengin punya pacar juga kalau seperhatian dia mah, aku tersenyum sendiri.
“Jadi, mau dititip saja atau gimana nih makanannya?”
tanyaku lagi. Aida terdiam sesaat, lalu
dia mengulurkan plastik makanannya ke arahku.
“Buat mas saja deh, belum makan malam kan?”
“Eh... Yang bener?” Aida mengangguk dan tersenyum
meyakinkanku.
“Iya daripada nanti basi tidak ada yang makan”
“Wah... Rejeki anak sholeh nih” Ucapku senang. “Ini kamu masak
sendiri?” Tanyaku lagi begitu tahu wadahnya adalah tupperware.
“Iya mas, nyoba masak teriyaki tadi, jangan dibuang ya kalau
tidak enak”
“Tentu tidak, pasti aku akan habiskan” Kataku tersenyum lebar.
Tatapan kami sempat beradu, dan damn!... Tiba-tiba aku seperti melemas sejenak.
Duhai hati... Bisakah kau biasa saja? Aku mengumpat diriku sendiri.
“Mau aku antar pulang?” Aku berusaha menghilangkan grogiku.
“Tidak usah mas, sepertinya sudah mau reda juga hujannya” Kata
Aida sambil melihat ke atas. Tidak lama kemudian, Aida pun pamit pulang. Dan
hujan yang menyisakan dingin dan becek ini pun terasa begitu indah buatku.
***
Sore itu, aku pulang kerja lebih cepat dari biasanya, aku
sudah punya rencana akan pergi ke gym bersama temanku, tapi tas sepatuku lupa
aku bawa tadi jadi terpaksa aku harus pulang dulu. Di dalam lift, aku bersama
dengan seorang pria yang menggandeng wanita bertubuh sintal, pakaiannya yang
mini dan ketat menggambarkan itu semua. Ternyata kami turun di lantai yang
sama, saat aku sampai di depan pintu unit kamarku, aku baru sadar dia adalah
Ario, karena dia sedang membuka pintu depan kamarku itu.
“Ario?” Panggilku. Pria tersebut menoleh.
“Ya... ?”
“Hai bro, akhirnya ketemu juga kita,
padahal tetangga dekat gini ya?” Basa basiku. “Ohya waktu itu ada titipan
makanan aku gantung di pintu, sudah diambil ya?” Aku pura-pura mengkonfirmasi.
“Oh ya bro, sudah aku ambil, thank you
ya” Dia tersenyum lebar ke arahku.
“Titipan dari siapa?” Tanya wanita di
sampingnya.
“Oh biasa, dari mbaknya mamaku di rumah,
dia suka khawatir kalau aku tidak makan teratur jadi masih saja suka
dikirim-kirimin kesini” Jawab pria tersebut sambil melambaikan tangan pamit
kepadaku dan masuk ke dalam kamarnya. Aku mendengarnya refleks menoleh ke arah
mereka, “Hahh... Mbak-mbak dirumahnya? Gila!” Aku menggeleng konyol. Dan
menatap ke arah pintu kamar Ario lama, apa yang mereka lakukan? Siapa wanita
itu? Apakah Aida tahu? Berkecamuk tanya di benakku.
***
Cukup 15 menit untukku mengganti
bajuku untuk nge-gym, temanku sudah menelponku berulang. Agak tergesa aku
menuju lift, dan saat lift terbuka, aku terkejut, ada Aida yang keluar dari
lift dengan membawa tentengan besar seperti biasa.
“Hai mas... Mau pergi?” Sapanya. Aku
terdiam sesaat, di kepalaku teringat Ario sedang bersama wanita seksinya
barusan.
“Ah iya tadinya mau nge-gym sama
temen, tapi sepertinya ada yang ketinggalan” Bodoh... Kenapa aku jadi ikut
gugup. Aku berbalik arah dan berjalan ke arah pintu kamarku, berbarengan dengan
Aida yang juga menuju ke arah kamar Ario. Aku terpaku di depan pintu kamarku,
menunggu apa yang akan dilakukan Aida. Dan ternyata Aida benar Aida mengetuk pintu kamar Ario, tidak
ada jawaban, dia mengetuknya kembali. Entah apa yang merasukiku, tiba-tiba aku memanggilnya.
“Aida... Emm... Bisa mampir ke tempat
sebentar tidak? Aku mau minta tolong”
“Minta tolong apa mas?” Aida mendekat ke arahku. Aku menarik
tangan Aida masuk ke dalam kamarku. Aida terkejut.
“Mas Ghun, ada apa ini?” Tanyanya
dengan raut kaget.
“Maaf Aida, aku tidak ingin memberitahumu
tapi sepertinya Ario sedang ada tamu. Kamu tunggu di tempatku saja dulu ya”
Jelasku.
“Tamu siapa?”
“Nanti kamu juga lihat sendiri” Aida
tampak bingung dan mengeryitkan dahinya seperti berpikir.
“Oh iya, aku mau balikin tupperware
kamu yang waktu itu, kamu duduk saja dulu sambil aku buatkan teh” Aku mencari
alasan.
“Tidak ah mas, terima kasih. Aku mau
tunggu di luar saja. Nanti bang Ario lihat bisa salah paham malah” Aida
berbalik ke arah pintu hendak keluar, spontan aku menghalanginya dengan berdiri
di depan pintu.
“Aida! Sebentar saja, aku mau bicara”
Pintaku. Dan saat bersamaan terdengar suara pintu kamar Ario seperti dibuka.
“Minggir mas, itu suara bang Ario” Aida segera mendorong
badanku, tangannya sudah memegang gagang pintu tapi matanya terpaku saat
melihat lewat lubang pintu. Tangannya tampak meremas plastik tentengan yang dia
pegang dan aku tahu apa yang sudah Aida saksikan. Tampak dia menghela nafas
panjang tapi bernada kesal.
“Aida... Mau aku buatkan teh?” Tanyaku pelan mencoba menenangkan,
tapi Aida justru menarik gagang pintu keluar, tepat saat Ario sedang menunggu
lift dengan menggandeng mesra pinggang wanita di sampingnya.
“Bang Ario!” Seru Aida memanggil. Ario
terkejut melihat Aida keluar dari pintu kamarku. Aida memburunya, dia melangkah
cepat sambil membuka rantang makanan di tangannya, aku bergegas menyusul Aida,
sejenak aku terbelalak saat Aida melemparkan isi makanan itu ke arah Ario,
wajah dan bajunya belepot kotor oleh kuah makanan, Ario berteriak kesakitan
karena matanya perih, wanita di sampingnya tidak kalah terkejut. Tepat saat itu
pintu lift terbuka dan Aida menarik tanganku dan masuk ke dalam lift. Apa ini sedang
adegan sinetron? Pikirku.
“Aida... Are you ok?” Tanyaku pelan
begitu pintu lift tertutup.
“Ario brengsek!” teriak Aida sambil
tanpa sadar meremas-remas tanganku yang masih dia pegang. Dia
menghentak-hentakan kakinya kesal.
Aku tersenyum dalam hati melihat
tingkah lucunya.
“Aida... Itu tanganku bukan plastik makanan kamu?” Ledekku.
Aida kaget lalu buru-buru melepas tanganku sambil tertawa.
“Ah ya haha... Maaf mas maaf, duh... ndak sadar aku”
“Butuh sasak tinju? Lenganku cukup kuat kok” Kataku sambil
menunjukan Tanganku ala binaragawan. Aida tertawa lagi dan meninju lenganku
pelan.
***
Hari itu adalah terakhir aku bertemu Aida. Beberapa hari
kemudian, aku tidak pernah melihatnya lagi ke apartmentku menemui Ario. Entah
mengapa kadang aku merindukan suara ketukan pintu yang biasa Aida lakukan. Aku
menyesal tidak pernah menanyakan nomor handphone-nya sebelumnya. Ya... Gadis
lugu itu telah mencuri hatiku ternyata, aku tersenyum konyol sendiri.
“Mas... Cappucino nya satu ya” Sebuah suara mengagetkanku, dan
aku mengenali suara itu. Ya,,, Sosok yang baru aku pikirkan sedang berdiri di
depanku.
“Mas Ghun kerja disini toh, lama tidak jumpa ya mas” Sapanya
sambil tersenyum.
“Aida?” Aku tidak dapat menyembunyikan raut senangku. “Apa
kabar?”
***
“ “Aida... Kau tahu? Dari dulu aku benci ketukanmu di pintuku,
tapi untukmu sepertinya aku akan rela mengetuk pintu hatimu berulang-ulang”
“Saat
hidup menutup pintu untukmu, buka lagi saja. Itu hanya pintu, memang begitulah
cara kerjanya”
Jakarta, 15-12-2019
@bee.artie